Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck adalah film drama romantis Indonesia tahun 2013 yang disutradarai oleh Sunil Soraya dan diproduseri oleh Ram Soraya. Film ini diadaptasi dari novel berjudul sama karangan Buya Hamka. Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck mengisahkan
tentang perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta
sepasang kekasih hingga berakhir dengan kematian. Diproduksi oleh Soraya
Intercine Films,
film ini antara lain dibintangi oleh Pevita Pearce, Herjunot Ali, Reza Rahadian, dan Randy Danistha. Film ini dirilis pada tanggal 19 Desember 2013.
Dengan biaya produksi yang tinggi, Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck menjadi
film termahal yang pernah diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Proses
produksinya sendiri menghabiskan waktu selama lima tahun, dan penulisan skenarionya dilakukan selama dua tahun.
Sutradara film ini, Sunil Soraya, menegaskan bahwa
hal itu disebabkan karena harus membuat suasana cerita film seperti yang
dikisahkan pada tahun 1930-an sesuai dengan era novel. Selain itu, juga banyak riset dan
hal-hal lainnya yang wajib dipenuhi untuk mendapatkan gambar yang maksimal.
Observasi, proses pra-produksi,
pemilihan pemeran, sampai penulisan skenariopun dimulai sejak tahun 2008, yang
artinya sudah berjalan selama lima tahun sapai pada akhirnya film ini dirilis
pada 2013. Salah satu elemen tersulit adalah menemukan kapal yang menyerupai
kapal Van der
Wijck di tahun 1930-an. Pada akhirnya,
replika kapal dibuat ulang dengan memesan kapal dari Belanda, yang memang menjadi produsen asli
kapal Van der
Wijck.
Untuk proses penyuntingan dilakukan
selama 4-5 bulan setelah proses syuting selama 6 bulan dengan 300 adegan.
Hasilnya, film ini berakhir dengan durasi selama 2 jam 49 menit. Seluruh kostum
dalam film ini dibuat oleh perancang busana yang sudah
ternama yaitu, Samuel Wattimena. Sedangkan untuk penulisan skenario
mengalami proses revisi selama beberapa kali karena sutradara ingin menyampaikan semangat dan
pesan novel Hamka, tak hanya menyajikan kisah cinta biasa. Riset yang dilakukan
untuk latar dan properti otentik seperti mobil, baju, dan barang-barang era
1930-an juga membutuhkan waktu yang tak singkat. Proses pengambilan gambarnya
sendiri dilakukan di Medan, Padang,Surabaya, Lombok, dan Jakarta.
Kesulitan lainnya adalah sang
sutradara juga harus mencari laut yang tidak memiliki ombak kencang,
karena kapal Van der Wijck dikisahkan tenggelam bukan karena
ombak besar. Sementara tempat syuting lautnya kencang sekali. Akhirnya tim
produksi mendatangkan tenaga ahli dari luar untuk menampilkan efek tenggelam
tanpa menggunakan animasi. Salah seorang penulis skenario, Donny Dhirgantoro menjelaskan skenario ditulis selama
dua tahun dengan riset yang mendalam. Bersama dengan Imam Tantowi, keduanya menyusun skenario yang
sesuai dengan era tersebut mengenai kapal hingga adat Minang untuk menjadi bahan bagi para pemain
film.
Dengan biaya produksi yang mahal dan
membutuhkan waktu yang panjang untuk menyelesaikan film ini, sutradara berharap
agar film ini dapat diapresiasi dengan baik oleh penonton.
(Keke Meidyluana)
Posting Komentar